1.
Pengertian
Otak dan Akal
Otak adalah salah satu organ terpenting dari manusia. Ia adalah pusat dari
sistem syaraf yang berfungsi mengatur gerakan, perilaku dan fungsi tubuh serta
melatih emosi-emosi dan ingatan.
Menurut
tinjauan Al-Qur’an akal adalah Hujjah atau dengan kata lain merupakan anugerah
Allah SWT. Dengannya manusia dibedakan dari makhluk lain. Akal juga merupakan
alat yang dapat menyampaikan kebenaran dan sekaligus sebagai pembukti dan
pembeda antara yang haq dan yang bathil, serta apa yang ditemukannya dapat
dipastikan kebenarannya.
2.
Fenomena Otak dan Akal
Sebelum sampai kepada pengertian konsep al aql secara utuh, dalam kehidupan
atau percakapan sehari - hari terdapat suatu fenomena
tentang otak dan akal ibarat dua sisi dari mata uang logam, sulit dipisahkan baik kata maupun makna. Ada
keterkaitan kuat diantara keduanya sehingga perlu dijelaskan. Otak adalah organ tubuh manusia yang
posisinya ditempatkan Allah secara
terhormat dibagian atas tubuh manusia dan
terlindungi dengan kokoh di bagian dalam tengkorak (batok) kepala. Posisi otak ini merupakan
simbol yang menunjukkan bahwa manusia lebih mulia terhadap makhluk ciptaan Tuhan
lainnya, misalnya hewan
yang lokasi dan posisi otaknya sejajar dengan bagian tubuh terhina dan
tempat meyimpan dan mengeluarkan kotorannya (perut dan dubur atau tumbuhan yang tidak mempunyai otak dan tidak diketahui dimana
posisi otaknya jika ada). Dengan
meng-otak atik kata OTAK, kata OTAK juga bisa merupakan kependekan
kata (singkatan) dari kalimat :
Organ Tubuh terpenting yang Ada di Kepala manusia. Muhammad Izuddin Taufiq (2006) dalam bukunya Dalil Anfus Al
Quran dan Embriologi (Ayat-ayat tentang Penciptaan Manusia) mengatakan :Bagian tubuh yang paling ambigu yang masih menyelimuti
tubuh manusia adalah OTAK karena ia merupakan tempat berfikir yang
berkaitan dengan roh atau jiwa,
sedangkan roh atau jiwa itu merupakan sesuatu yang ambigu. Maka tidak heran, jika ada yang menyamakan makna
antara otak dan akal, begitu juga yang membedakannya.
Harun Nasution termasuk orang yang
membedakan, dan menyatakan bahwaakal dalam pengertian Islam bukanlah
otak, melainkan daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia; daya
sebagaimana digambarkan Al Quran, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Otak adalah organ tubuh yang bukan hanya manusia,
binatangpun memilikinya. Ketika otak bekerja dan salah satu kerja otak
itu adalah berpikir,maka otak yang bekerja atau berfungsi tersebut disebut akal.
Orang yang tidak berotak adalah orang yang
tidak menggunakan fungsi otaknya untuk pikir. Otak yang berfungsi dan disebut akal inilah yang membedakan manusia dengan binatang
melata, sebagaimana juga terpapar secara
tersirat dan tersurat sejak 14 abad yang lampau di dalam QS. Al Anfaal [8]: 22, dimana
Allah berfirman :
Menurut
Allah SWT kelebihan manusia dengan binatang, tumbuhan adalah terletak
pada berfungsi atau tidaknya otak untuk berpikir .Ibnu Sina (980-1037), filosof muslim yang terkenal di timur dan di
barat menyatakan bahwa manusia mempunyai tujuh kemampuan, yaitu :
1) makan, 2)
tumbuh, 3) berkembang biak, 4)mengamati hal-hal yang istimewa, 5) pergerakan di bawah
kekuasaan, 6) ketahuan (mengetahui) dari hal-hal yang umum, 7) memiliki
kehendak memilih yang bebas. Tumbuh-tumbuhan hanya memiliki kemampuan 1, 2 dan 3, sedangkan hewan memiliki
kemampuan 1, 2, 3, 4, dan 5. Kemampuan 6 & 7 inilah yang sangat potensial
membudi dayakan otak untuk berfikir yang tidak dimiliki oleh makhluk
ciptaan Allah lainnya dan membedakannya, bahkan juga membedakan antar sesama manusia ketika manusia tidak mau
mempergunakan otaknya untuk berfikir seperti yang dijelaskan Allah SWT
dalam firmanNya tersebut di atas. Bahkan Allah SWT menjelaskan bahwa
kedudukan manusia yang tidak mau
mempergunakan otaknya untuk berpikir lebih
rendah/hina dari binatang ternak
sebagaimana disebutkan dalam QS.Al
Araaf [7]: 179 ;
3.
Otak, Akal dan Al-Qur’an
Bicara
tentang otak dan akal, Al-Qur’an memiliki cakupan yang luas tentang otak dan
akal, seperti pada ayat berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali-Imran:190-191)
Lebih jauh
lagi, Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang-orang yang berakal adalah orang-orang
yang memadukan fungsi antara pikiran dan perasaan secara maksim, sehingga
ketika memperoleh keyakinan (kesimpulan tertinggi berupa keimanan) akan
menggetarkan jantung hati (Qalb).
Bahkan
ilmuwan-ilmuwan muslim yang merujuk pada kitab suci Al-Quran, dijelaskannya
bahwa di dalam otak manusia terdapat Cortex
Cerebri (kulit otak). Sangat menarik mendapati kenyataan bahwa pusat
penglihatan dan pendengaran manusia ternyata juga terdapat di Cortexnya.
Berarti, proses melihat dan mendengar itu sebenarnya identik dengan proses
berpikir. Orang yang melamun, meskipun bisa melihat dengan mata dan mendengar
dengan telinga, dia tidak bisa memahami apa yang sedang dilihat dan
didengarnya. Pada saat demikian, dia tidak mengaktifkan daya pikir secara utuh.
Selaras
dengan kitab suci Al-Qur’an, Rasulullah SAW juga bersabda :“yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah akal, lalu Allah berkata kepadanya “datanglah
kemari”, maka akalpun datang kepadanya, kata Allah : “demi kemuliaan serta
keagunganku, tidaklah aku mengambil dan dengan engkaulah aku memberi. Dengan
engkau aku memberikan pahala dan dengan engkaulah aku memberi hukuman.”
Sabda
Rasulullah SAW yang lainnya adalah: “aku
bertanya pada jibril apakah yang dinamaan kepemimpinan itu?” jibril
menjawab: “akal.”
Hakikat
akal adalah naluri yang dipergunakan untuk memahami pengetahuan-pengetahuan
yang bersifat teoritis, seolah-olah akal itu adalah cahaya yan dimasukkan
kedalam jiwa sehingga manusia siap memahami sesuatu.
Jika akal
kia dijadikan sebuah naluri yang luar biasa terhadap daya cipta dan karya kita.
Menggunakan akal, yaitu pikiran/akal bukanlah sebuah wadah yang harus diisi
melainkan api yang harus dinyalakan. Hormonhormon yang ada dalam akal sangat
mudah beraksi, sehingga ketika kita berpikir untuk menjadi besar, maka kita
benar-benar akan mendapatkannya, tentunya melalui proses.
4.
Otak Manusia Dalam
Presfektif Al-Qur’an
Sebagaimana
yang kita ketahui bersama, bahwa yang cocok dalam mempelajari desain dan
struktur otak adalah keilmuan faal dan kognitif, namun Al-Qur’an sudah
menyinggung secara global struktur dan fungsi otak. Allah berfirman dalam Al-Qur’an
surah al ‘alaq
ayat 15-16:
Artinya: “Ketahuilah,
sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik
ubun-ubunnya,(1591) (yaitu)
ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.”
*1591. Maksudnya: memasukkannya ke dalam neraka
dengan menarik kepalanya.
Allah
SWT menyebutkan bahwa gambaran otak manusia adalah “naqshiyah” atau yang
disebut dengan ubun-ubun, didalam ayat tersebut (Al Alaq 16) Allah menyifati
naqshiyah “ubun-ubun/otak” dengan kata “kadzibatin khati’ah” yaitu yang
mendustakan dan durhaka.
Secara tersirat Al-Quran memaknai
otak/ubun-ubun dengan makna pendusta dan durhaka, hal ini ditujukan kepada
orang-orang yang mengikuti segala macam keinginan hawa nafsunya tanpa
mempertimbangkan apa saja yang ingin dikerjakannya. Segala macam keinginan yang
diputuskan oleh otaknya dituruti begitu saja, maka kategori otak manusia yang
semacam inilah yang masuk dalam golongan “kadzibatin khati’ah”, yaitu pendusta
dan durhaka.
Tak salah memang bahwa Al-Quran
adalah pangkal dari segala ilmu pengetahuan, Al-Quran yang diturunkan kepa Nabi
Muhammad SAW 14 abad yang lalu sudah menyebutkan fungsi dan struktur otak
secara global, jauh sebelum istilah flontal lobe ditemukan, Al-Qur’an sudah
menyinggungnya dengan kata “nashiyah” yang berarti ubun-ubun, dan dalam bahasa
modernnya di zaman sekarang adalah flontal lobe. Jika Al-Quran menyebutkannya
dengan istilah flontal lobe, tentu orang-orang pada zaman dahulu tidak akan
dapat memahaminya, dan setelah ilmu pengetahuan semakin berkembang dan muncul
istilah flontal lobe, Al-Qur’an jauh-jauh hari telah menyinggung hal tersebut.
Demikianlah Al-Quran telah menjelaskan dengan bahasa yang dapat dimengerti pada
masa diturunkannya, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ditemukan pada
zaman sekarang.